Wednesday, November 6, 2013

0 comments
FATWA 
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 07/DSN-MUI/IV/2000
Tentang 
PEMBIAYAAN MUDHARABAH (QIRADH)

Menimbang :
Mengingat :
Memperhatikan :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : FATWA TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH (QIRADH)

Pertama : Ketentuan Pembiayaan:
1.Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain
untuk suatu usaha yang produktif.
2.Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 %
kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai
mudharib atau pengelola usaha.
3.Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4.Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai
dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi
mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5.Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
6.LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika
mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. 
7.Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib
tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga.
Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran
terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. 
8.Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur
oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN. 
9.Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10.Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran
terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah
dikeluarkan.

Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan:
1.Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2.Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b.Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c.Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-
cara komunikasi modern.
3.Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a.Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b.Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk
aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c.Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara
bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4.Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat
keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a.Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b.Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada
waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan
sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c.Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak
boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian,
atau pelanggaran kesepakatan.
5.Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang
disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a.Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi
ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b.Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat
menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c.Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam
aktifitas itu.

Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1.Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2.Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum
tentu terjadi.
3.Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini
bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau
pelanggaran kesepakatan.
4.Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara
kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 29 Dzulhijjah 1420 H / 4 April 2000 M


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.