Sunday, October 13, 2013

Akibat-Akibat Nikah Siri

0 comments

Sebelum kita membahas lebih jauh, terlebih dahulu kita harus mengetahui apakah nikah siri itu. Dengan begitu akan lebih mudah untuk menagkap isi dari pembahasan. Istilah nikah siri atau yang biasa disebut nikah dibawah tangan atau nikah yang dirahasiakan memang dikenal dikalangan para ulama, paling tidak sejak masa imam Malik bin Anas. Hanya saja pada masa dahulu yang dimaksud dengan nikah siri yaitu pernikahan yang memenuhi unsure-unsur atau rukun-rukun perkawinan dan syaratnya menurut syariat, yaitu adanya mempelai laki-laki dan mempelai perempuan, adanya ijab qabul yang dilakukan oleh wali dengan mempelai laki-laki dan disaksikan oleh dua orang saksi, hanya saja si saksi diminta untuk merahasiakan atau tidak memberitahukan terjadinya pernikahan tersebut kepada khalayak ramai, kepada masyarakat, dan dengan sendirinya tidak ada i’lanun nikah dalam bentuk walimatul-‘ursy atau dalam bentuk yang lain.
Nikah siri atau nikah bawah tangan ini cukup banyak diperbincangkan sehingga terdapat berbagai pendapat mengenai nikah siri. Pendapat pertama yaitu nikah siri adalah nikah sembunyi-sembunyi, padahal menurut ajaran agama islam, Rasulullah mememrintahkan “awlim walau bi syatin” (umumkanlah pernikahanmu walau kau hanya memotong seekor anak domban kecil), menikah siri adalah menikah yang tidak dicatat di KUA, padahal ajaran islam menaati Allah, Rasul dan pemerintah adalah suatu kewajiban. Pendapat kedua, nikah siri adalah perkawinan yang dilakukan berdasarkan aturan agama atau adat istiadat dan tidak dicatatkan dikator KUA bagi yang beragama islam, kantor catatan sipil bagi non muslim. Menurt Prof. Dr. Dadang Hawari (psikiater dan ulama) berpendapat bahwa “Telah terjadi upaya mengakali pernikahan dari sebuah prosesi agung menjadi ajang untuk memuaskan hawa nafsu manusia”, ia menilai pernikahan siri saat ini banyak dilakuakn sebagai upaya legalisasi perselingkuhan atau menikah lagi untuk yang kedua kali atau lebih, sehingga menurutnya pernikahan siri itu sah.
Dari tiga pendapat tentang nikah siri tersebut maka dapat didefinisikan bahwa nikah siri saat ini adalah nikah yang dalam prakteknya tidak dilaksanakan sebagaimana diajarkan dalam agama islam yang mana harus turut mematuhi peraturan atau ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan oleh pemerintah yaitu setelah menikah secara agama atau adat harus pula dilakukan pencatatan di catatan sipil atau KUA sebagaimana telah diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 (2) dan sebagaimana disinggung dalam kompilasi hukum islam (Instruksi Presiden R.I No. 1 tahun 1991 pasal 17 ayat 1), sehingga saat ini nikah siri menjadi suatu pernikahan yang tidak sah secara agama maupun hukum di Indonesia. Alasan dari definisi sesuai rukun dan syarat yang sahnya, sebab lain halnya jika sampai saat ini hukum yang berlaku di Indonesia hanya hukum islam yang ada, maka bagi siapapun yang menikah siri tidak akan mengalami kesulitan, karena tidak perlu diadakan pencatatan. Berhubung saat ini telah berlangsung ketentuan pemerintah yang juga telah disepakati oleh masyarakatnya, makan ketentuan tersebut wajib ditaati oleh masyarakat Indonesia sebagai masyarakat maju dalam suatu Negara hukum.
Ada beberapa hal yang dapat kita perhatikan dari keadaan yang sudah ada. Yang paling mencolok adalah fenomena salah tanggap atau salah kaprah dalam menyikapi persoalan nikah siri yang teryata sudah berkembang sedemikian rupa. Salah kaprah yang dimaksud disini adalah bahwa nikah siri diasumsikan sebagai sebuah jalan pintas untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan begitu pastilah ada faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan nikah siri. Dengan mengetahui faktor-faktornya akan dapat mengurangi penyalahgunaan nikah siri.
Faktor-faktor yang menyebabkan pernikahan siri antara lain :
Faktor Kesadaran Hukum, maksudnya adalah kesadaran hukum masyarakat Indonesia saat ini memang masih kurang tinggi. Banyak hal yang dapat membuktikan peryataan tersebut. Salah satunya yaitu ketidakpatuhan untuk memcatatkan perkawinan sebaimana yang telah ditentukan dalam pasal 2 (2) UU No.1 tahun 1974. Dengan adanya hal tersebut, tampak bahwa kesadaran hukum masih kurang , serta pola pikir yang dangkal yang disebabkan rendahnya pengetahuan, dan hawa nafsu yang mendorong terlaksananya hal-hal yang dapat merugikan bagi dirinya maupun orang lain.
Faktor Agama, dengan mayoritas masyarakat Indonesia adalah pemeluk agama islam. Dengan demikian, perkawinan sering dilakukan secara aturan agama islam oleh masyarakat yang beragama islam. Sehingga beberapa orang yang beragama islam tidak mencatatkan pernikahannya ke KUA. Sebenarnya dalam agama islam, pencatatan nikah itu diharuskan karena pernikahan termasuk kegiatan mu’amalat seperti juga dalam kegiatan perjanjian hutang piutang.
Faktor Ekonomi, factor ini juga dapat menjadi salah satu penyebab dilakukannya nikah siri tetapi tidak menjadi factor utama. Alasannya adalah, jika suatu pasangan yang memang jelas memiliki niat baik untuk menikah tanpa didorong dengan niat-niat yang kurang baik, meskipun dalam hal ini mereka seorang yang tidak mampu atau miskin. Maka mereka akan lebih memikirkan hal yang terbaik untuk rumah tangga mereka kelak.
Dengan adanya faktor-faktor tersebutlah tindakan untuk melakukan nikah siri makin marak dijumpai, baik dari kalangan kelas atas sampai kalangan kelas bawah. Hal tersebut dipengaruhi dengan keterbatasan pengetahuan mengenai hukum serta biaya. Sedangkan untuk kalangan atas mendalilkan takut akan dosa dan zina serta masih banyak alas an lain. Padahal jika mereka mengetahui akibat yang ditimbulakan akibat melakukan praktek nikah siri mungkin mereka akan segan untuk melakukannya. Karena akibat yang ditimbulkan nanti kedepannya akan merepotkan diri sendiri.
Jika ada seorang perempuan yang kemudian diajak menikah siri oleh seorang laki-laki, yang ada dibenaknya hanyalah pemikiran tentang hal yang indah-indah saja tanpa ada pemikiran panjang akan akibat kedepannya. Jika mereka dikaruniai seorang anak, maka dengan otomatis status anak tersebut menjadi persoalan. Apakah dia menjadi anak sah atau tidak. Mengapa demikian, karena dalam hal ini anak tidak memsapatkan akta kelahiran mengingat kedua orangtuanya melakukan nikah siri yang sah secara agama tetapi belum sah dimata hukum karena tidak tercatat di KUA . Maka dengan begitu anaklah yang menjadi korban, status anak tidak diakui oleh Negara.
Apabila dikemudian hari pasangan suami isteri tersebut bercerai, maka cara bercerai merka berbeda denganan pernikahan yang dilakukan secara sah dimata hukum  atau yang dicatatatkan di KUA. Cara perceraian pernikahan siri adalah apabila seorang suami telah menjatuhkan talak kepada isteri maka dengan begitu sudah sahlah perceraian mereka dan dengan adayan perceraian tersebut isteri tidah berhak menuntut harta gono-gini atau apapun yang telah didapat selama perkawinan berlangsung. Karena dalam hal ini si isteri dianggap orang lain meskipun secara agama telah diakui sebagai isteri tetapi secara hukum tidak dapat dianggap sebagai isteri yang sah.
Dengan begitu dapat diambil kesimpulan apa saja akibat dari melakukan nikah siri untuk suami, isteri, dan anak.
a)        Akibat bagi pihak isteri / wanita :
·         tidak diakuinya sebagai isteri yang sah
·         tidak berhak atas nafkah dari suami
·         tidak berhak mendapat warisan suami jika telah meniggal
·         tidak berhak atas harta gono-gini bila terjadi perceraian, karena secara hukum positif, perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi
Dalam hal ini pihak wanita memang paling banyak meneriman kerugian bila melakukan pernikahan siri, belum lagi nantinya wanita tersebut akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat. Karena pandangan umum masyarakat menilai bahwa ia telah tinggal dengan laki-laki diluar nikah atau sebagai isteri simpanan.
b)       Akibat bagi anak :
Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah, sehingga dimata hukum tidak memiliki hubungan perdata dengan ayahnya tetapi hanya meiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga dari ibunya saja (pasal 42 dan 43 UU No. 1 tahun 1974 dan pasal 100 KHI). Didalam akte kelahirannyapun status anak tersebut dianggap sebagai anak luar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannya. Keterangan berupa status sebagai anak luar nikah dan tidak tercantumkannya nama si ayah akan berdampak sangat mendalam secara social dan psikologis si anak dan ibunya. Hal tersebut jelas dapat mengakibatkan ketidak jelasan status anak dimata hukum, sehingga sewaktu-waktu si ayah akan menyangkal bahwa anak tersebut adalah anak kandungnya.
c)        Akibat bagi suami / laki-laki :
Sebenarnya hampir tidak ada kerugian yang didapat oleh pihak laki-laki, bagi laki-laki yang melakukan nikah siri cenderung mendapat keuntungan sebab ia dapat bebas untuk menikah lagi karena pernikahan sirinya yang sebelumnya dianggap tidak sah dimata hukum. Ia juga dapat menghindar dari kewajibanya member nafkah untuk anak dan isterinya dari nikah siri tersebut, dan tidak akan pusing memikirkan pembagian harta gono-gini, warisan dan lain-lain. Meski sebagian memiliki keyakinan atau penyelesaian secara agama atau adat, namun tetap saja sebagai warga yang bernegara pihak yang dirugikan dalam nikah siri ini seperti pihak wanita yang menikah siri tidak memiliki kekuatan hukum apabila terjadi sengketa perdata pada pernikahannya tersebut.
           Setelah kita mengetahui akibat dari melakukan praktek nikah siri, bahwasanya sebagai kaum hawa dan sebagai masyarakat yang sadar hukum dan hidup dinegara hukum, maka alangkah baiknya mentaati peraturan yang ada apalagi mengenai perkawinan yang bersifat sakral. Karena ada sebuah kata yang patut menjadi motivasi dalam menjalani kehidupan bernegara, kata-katanya adalah “jalanilah hidup dengan mentaatti setiap peraturan karena hidup akan nikmat”. Itu adalah pandanga dari segi hukum, dengan adanya kata-kata tersebut kita dihimbau untuk selalu jaga diri agar tidak terjerat hukum dengan mematuhinya.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.