Wednesday, November 6, 2013

0 comments
FATWA 
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 04/DSN-MUI/IV/2000
Tentang 
MURABAHAH

Menimbang :
Mengingat :
Memperhatikan :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : FATWA TENTANG MURABAHAH

Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:
1.Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2.Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
3.Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya.
4.Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini
harus sah dan bebas riba.
5.Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika
pembelian dilakukan secara hutang.
6.Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual
senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur
harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7.Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu
yang telah disepakati. 
8.Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat
mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 
9.Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad
jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:
1.Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada
bank.
2.Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang
dipesannya secara sah dengan pedagang.
3.Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima
(membeli)nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum
perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4.Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat
menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5.Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari
uang muka tersebut.
6.Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat
meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7.Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka
a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.
b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian
yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi,
nasabah wajib melunasi kekurangannya.

Ketiga : Jaminan dalam Murabahah:
1.Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
2.Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

Keempat : Hutang dalam Murabahah:
1.Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya
dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika
nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap
berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank.
2.Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera
melunasi seluruh angsurannya.
3.Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan
hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran
atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:
1.Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya.
2.Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Keenam : Bangkrut dalam Murabahah:
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus
menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 26 Dzulhijjah 1420 H / 1 April 2000 M

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.