Sunday, April 15, 2012

Hukum Perikatan

0 comments
A.Bentuk-bentuk perjanjian
Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Ada dua jenis perjanjian tertulis:
  1.Perjanjian  dibawah  tangan  yang   ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja.
  2.Perjanjian dengan saksi notaris  untuk  melegalisir  tanda tangan para pihak.

B.Interpretasi dalam Perjanjian
  •Penafsiran tentang perjanjian diatur dalam pasal 1342 s.d 1351 KUH Perdata. Pada dasarnya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak haruslah dimengerti dan dipahami isinya. Namun, dalam kenyataannya banyak kontrak yang isinya tidak dimengerti oleh para pihak.
  •Dengan demikian, maka isi perjanjian ada yang kata-katanya jelas dan tidak jelas sehingga menimbulkan berbagai penafsiran.

Untuk melakukan penafsiran haruslah  dilihat  beberapa aspek, yaitu:
  1)Jika kata-katanya dalam kontrak memberikan berbagai macam penafsiran, maka harus menyelidiki maksud para pihak yang membuat perjanjian (pasal 1343)
  2)Jika suatu janji dalam memberikan berbagai penafsiran, maka harus diselidiki pengertian yang memungkinkan perjanjian itu dapat dilaksanakan (pasal 1344)
  3)Jika kata-kata dalam perjanjian diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian (pasal 1345)
  4)Apabila terjadi keraguan-keraguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang meminta diperjanjikan sesuatu hal, dan untuk keuntungan orang yang mengikatkan dirnya untuk itu (pasal 1349)

C.Fungsi Perjanjian
Fungsi perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
  1)Fungsi yuridis, dan
  2)Fungsi ekonomis.

Fungsi yurudis perjanjian adalah dapat memberikan kepastian hukum para pihak, sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan (hak milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi.

D.Akibat Hukum Perjanjian yang Sah
  a)Pada dasarnya perjanjian bukanlah perikatan moral tetapi perikatan hukum yang memiliki akibat hukum.
  b)Akibat hukum dari perjanjian yang sah adalah berlakunya perjanjian sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
  c)Yang dimaksud dengan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, yaitu bahwa kesepakatan yang dicapai oleh para pihak dalam perjanjian mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya suatu undang-undang. (para pihak diikat oleh undang-undang yang dibuatnya)
  d)Para pihak dalam perjanjian tidak boleh keluar dari perjanjian secara sepihak, kecuali apabila telah disepakati oleh para pihak atau apabila berdasarkan pada alasan-alasan yang diatur oleh undang-undang atau hal-hal yang disepakati dalam perjanjian.

E.Pelaksanaan Perjanjian
 a)Perjanjian yang telah ditandatangani merupakan undang-undang bagi para pihak, karena itu pelaksanaan Perjanjian tidak boleh keluar dari ha-hal yang telah disepakati.
 b)Hal-hal yang belum diatur dalam Perjanjian hanya dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan Perjanjian, namun demikian sebaiknya dibicarakan terlebih dahulu diantara para pihak.
 c)Bila perlu dilakukan kesepakatan tambahan sepanjang Perjanjian mengijinkannya.
 d)Untuk memastikan pelaksanaan Perjanjian sesuai kesepakatan, maka para pihak sepatutnya melakukan pengawasaan terhadap pelaksanaanya, demi mencegah terjadinya wanprestasi yang berpotensi timbulnya perselisihan diantara para pihak

F.Penafsiran Dalam Pelaksanaan Perjanjian
 a)Perjanjian tidak menimbulkan perselisihan apabila dilaksanakan berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang dituangkan didalamnya. Akan tetapi, kadangkala perbedaan penafsiran terhadap kesepakatan dalam perjanjian dapat menimbulkan perselisihan diantara para pihak yang terikat didalamnya sehingga mengganggu pelaksanaannya.

Tata cara penafsiran perjanjian sebagai berikut :
•jika kata-kata suatu perjanjian jelas, tidaklah diperkenankan untuk menyimpang dari pada perjanjian dengan cara penafsiran;
•jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, harus dilakukan penyelidikan terhadap maksud para pihak yang membuat perjanjian tersebut daripada hanya berpatokan pada kata-kata dalam perjanjian
•Jika terhadap suatu janji dapat diberikan dua macam pengertian, maka haruslah dipilih pengertian yang memungkinkan janji dalam perjanjian dapat dilaksanakan daripada memberikan pengertian yang tidak mungkin terlaksana;
•Jika terhadap kata-kata dalam perjanjian dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian;
•Terhadap hal-hal yang menimbulkan keragu-raguan atas pengertian dan pelaksanaan perjanjian, maka hal yang meragukan tersebut haruslah ditafsirkan menurut kebiasaan dalam negara atau tempat dimana perjanjian dibuat;
•Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan atau dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian;
•Semua janji yang dibuat dalam suatu perjanjian harus diartikan dalam hubungan satu sama lain, yaitu tiap janji harus ditafsirkan berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian secara keseluruhan, artinya tidak dapat ditafsirkan sendiri-sendiri terlepas dari janji-janji lain dalam perjanjian;
•Jika terjadi keragu-raguan terhadap suatu hal dalam perjanjian, maka suatu perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah meminta diperjanjikannya sesuatu hal, dan untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu.

G.Kewajiban Pokok dan Pelengkap
  1)Kewajiban pokok adalah kewajiban yang fundamental dalam setiap perjanjian. Jika tidak dipenuhi kewajiban pokok akan mempengaruhi tujuan perjanjian.
  2)Pelanggaran kewajiban pokok (fundamental) akan memberikan kepada pihak yang dirugikan hak untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian, atau meneruskan perjanjian pokok merupakan dasar keseluruhan perjanjian.
  3)Suatu perjanjian dapat mencapai tujuan atau tidak, terngantung pada pemenuhan kewajiban pokok.
  4)Sedangkan kewajiban pelengkap, tidak menentukan tercapainya suatu tujuan dari perjanjian sebagaimana halnya pemenuhan kewajiban pokok.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.