Wednesday, March 7, 2012

PENGERTIAN, TUJUAN DAN SIFAT HUKUM ACARA PERDATA

0 comments

Manusia adalah makhluk social (zoon politicon) yang dalam kehidupannya selalu bermasyarakat dan mengadakan hubungan antara satu dengan lainnya. Manusia dalam berinteraksi satu sama lain seringkali tidak dapat menghindari adanya bentrokan-bentrokan kepentingan (conflict of interest) di antara mereka. Agar tercipta hubungan yang diharapkan, diperlukan adanya norma-nomra atau kaidah-kaidah hukum yang telah disepakati sebagai pedoman dalam mengatur kehidupan bersama. Kaidah atau peraturan hukum tersebut dapat berupa peraturan hukum materiil maupun hukum Formil.
Untuk dapat memulihkan dan mempertahankan hukum materiil terutama dalam hal ada pelanggarannya, diperlukan perangkat hukum lainnya yang disebut hukum formil atau hukum acara. Hukum perdata formil  atau hukum acara perdata bertujuan untuk menegakkan, mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum perdata materiil. Disebut formil, karena mengatur proses penyelesaian perkara perdata secara formil melalui lembaga yang berwenang (lembaga peradilan) yang didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sedang perkataan acara, berarti acara (proses) penyelesaian perkara perdata tersebut haruslah dilakukan oleh lembaga peradilan, dengan melalui tahap-tahap tertentu.
Dalam literature hukum acara perdata, kita dapat menemukan batasan pengertian dari hukum acara perdata yang dikemukakan oleh para ahli, yang meskipn perumusannya berbeda-beda, tetapi pada prinsipnya mengandung tujuan yang sama.
Dan kalau disimpulkan, bahwa hukum acara perdata ialah hukum yang mengatur bagaimana caranya orang mengajukan perkara ke pengadilan, bagaimana caranya pihak yang terserang kepentingannya mempertahankan diri, agaimana hakim bertindak terhadap pihak-pihak yang berperkara sekaligus memutus perkara tersebut dengan adil, bagaimana cara melaksanakan putusan hakim, yang kesemuanya bertujuan agar hak dan kewajiban yang telah diatur dalam hukum perdata materiil itu dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Dengan demikian kedudukan hukum acara perdata itu amat penting tidak sekedar sebagai pelengkap belaka. Untuk tegaknya hukum perdata materiil diperlukan hukum acara perdata. Begitu pun sebaliknya, Hukum perdata tidak mungkin berdiri sendiri lepas dari hukum perdata materiil. Atau dengan kata lain hukum perdata materiil hanya dapat dipertahankan dan ditegakkan melalui peradilan dengan hukum acara perdata.
Dengan adanya hukum perdata, masyarakat merasa ada kepastian hukum bahwa setiap orang dapat mempertahankan hak perdatanya dengan sebaik-baiknya, dan setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap hukum perdata yang mengakibatkan kerugian terhadap orang lain dapat dituntut melalui peradilan. Dengan hukum acara perdata diharapkan tercipta ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat.
Untuk dapat mencapai dari hukum acara perdata seperti di atas, maka pada umumnya peraturan-peraturan hukum acara perdata bersifat memaksa (dwingend recht, karena dianggap menyelenggarakan kepentingan umum. Peraturan hukum acara perdata yang bersifat memaksa tidak dapat dikesampingkan oleh pihak-pihak tersebut mau tidak mau harus tunduk dan mematuhinya. Apabila ketentuan hukum acara perdata sampai dilanggar, maka akan mengakibatkan ruginya pihak-pihak itu sendiri atau apabila ketentuan itu tidak dipatuhi oleh hakim, dapat berakibat putusannya tidak sah menurut hukum. Adapun contoh hukum acara perdata bersifat memaksa antara lain:
v     Tenggang waktu banding adalah 14 hari sejak putusan diterima, kalau kemudian ternyata diajukan lebiih dari 14 hari tanpa alas an yang dapat dibenarkan, maka pengajuan banding tersebut tidak dapat diterima (UU No. 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di JAwa dan Madura).
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH. Mengemukakan pendapat yang dukup berharga, bahwa dalam penyusunan undang-undang, khususnya undang-undang Hukum Acara Perdata perlu mendapat perhatian dari segi teknik perundang-undangan ialah bahwa lebih menjamin kepastian hukum, peraturan hukum acara perdata tidak boleh bersifat terlalu umum. Hukum Acara Perdata sebagai aturan permainan hakim, maka kiranya lebih tepat kalau hakim tidak diberi kesempatan banyak untuk menafsirkan. Berlainan dalam merumuskan undang-undang mengenai hukum materiil akan lebih baik kalau rumusannya bersifat umum, sehingga memungkinkan penafsiran bagi hakim. Dengan demikan peraturan hukum materiil yang bersifat umum akan menjangkau kurun waktu yang panjang.
Pengaruh hukum acara perdata di dalam praktik di luar peradilan pun tidak kecil. Sebagai contoh kalau ada dua orang hendak membuat surat perjanjian di bawah tangan, maka dapatlah dikatakan selalu diikutsertakan dua orang saksi yang ikut menandatangani surat perjanjian tersebut. Disamping itu surat perjanjian tersebut masih dibubuhi materai. Hal ini sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakat. Bahkan kebanyakan sudah tidak menyadari lagi maksud dari adanya dua orang saksi dan penempelan materai tersebut, tetapi dianggap demikianlah seharusnya.
Tanda tangan dua orang saksi dan materai bukanlah syarat sahnya perjanjian. Ini adalah suatu persiapan, kalau-kalau di kemudian hari menjadi sengketa di muka pengadilan. Dan dua orang saksi adalah jumlah minimal yang diminta oeh hukum acara perdata untuk pembuktian (pasal 169 HIR, 306 RBg, 1905 BW), yang nantinya dipanggil di muka sidang. Sedang materai sebagai pemenuhan pajak bagi serat-surat yang diajukan sebagai alat bukti dalam perkara perdata untuk memenuhi pasal 2 ayat (1) a Undang-undang No. 13 tahun 1985.
TAHAP-TAHAP HUKUM ACARA PERDATA
Pada dasarnya hukum acara perdata dapat dibagi dalam garis besarnya menjadi tiga tahap, yaitu tahap pendahuluan atau permulaan, tahap penentuan, dan tahap pelaksanaan.
  1. Tahap Pendahuluan
Tahap pendahuluan adalah tahap sebelum acara pemeriksaan di persidangan, yaitu tahap untuk mempersiapkan segala sesuatunya guna pemeriksaan perkara di persidangan pengadilan. Termasuk dalam tahap pendahuluan hukum acara perdata antara lain: pencatatan perkara dalam daftar oleh panitera, penepatan persekot biaya perkara dan penetapan berita acara prodeo, penetapan hari sidang, panggilan terhadap pihak-pihak yang berperkara, memajukan permohonan penyitaan jaminan dan pencabutan gugatan.
  1. Tahap Penentuan
Tahap penentuan ialah tahap mengenai jalannya proses pemeriksaan perkara di persidangan, mulai dari pemeriksaan peristiwanya dalam jawab-menjawab, pembuktian peristiwa sampai pada pengambilan putusan oleh hakim.
  1. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan yaitu tahap untuk merealisasikan putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap sampai selesai.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.